Cerpen "Mata Bulan Sabit"
Mata Bulan Sabit
Created
by : Ufril
April, 2023
Ada beberapa orang yang tak mengerti apa rasa sebenarnya
dari kata “ikhlas”. orang-orang itu hanya mengerti, jika satu kata “ikhlas”
sudah keluar maka yang mereka rasakan hanyalah pait, luka dengan senyum
terpaksa. Kalau ada yang bilang dengan mengikhlaskan kita akan merasa sangat
lega, mungkin orang itu tak mengerti bagaimana rasa terlalu memiliki. Saat kau
terlalu memiliki, kata “ikhlas” adalah kata yang akan paling kau musuhi.
Kutatap mata bulan sabit itu. Mata yang indah untuk
seorang gadis dengan senyum yang biasa saja. Yah, memang hanya mata itu yang
seringkali dia pamerkan kepada semua orang, dia akan berkata dengan bangga “ lihat,
mataku direstui bulan untuk menyinari kalian “. Mata bulan sabit dengan manic
hitam ditemani hidung kecil yang tidak mancung, bibir tipis, tulang pipi tinggi
dan juga bentuk wajah lebar membuat dia sungguh biasa saja di mata orang-orang.
Ya, dia memang sangat biasa. Jangan salahkan kalau aku terlalu terhanyut
kepadanya dengan wajah biasanya itu, karena wajah yang biasa itu memiliki sifat
yang sungguh luar biasa.
Dia gadis yang pendiam – jika kau tidak mengenalnya -,
wajah angkuh dan juga sedikit kesan sombong akan kalian lihat jika pertama kali
melihatnya. Jangan pernah berharap mendapatkan suaranya di perjumpaan kalian
yang pertama jika kalian tak bisa mencairkan suasana terlebih dulu. Dia akan
diam, sekali lagi kutekankan Dia adalah ratu diam. Dia pintar bahkan jenius
dalam aksi diam. Tunggu dulu, jangan merasa heran dengan sifatnya ini, karena
kalian baru saja membaca sebaris dari beberapa bab dalam sifat-sifatnya. Ah,
mungkin kalian akan bingung, baik mari aku ceritakan sedikit pengalamanku bisa jatuh
begitu dalam kepada kehangatan Mata bulan sabit itu.
***
November, 2013
Kugaruk kepala yang memang tidak gatal, tapi keadaan
canggung ini yang membuatku sungguh ingin menenggelamkan diri ke dasar laut
paling dalam.
“ pssst…. Vir…. pssst Vira … “ kulihat seorang gadis yang
duduk di depanku mulai memanggil kearah sampingku.
“ apaan sih ? “ akhirnya… gadis yang daritadi duduk di
sebelahku mengalihkan perhatiannya dari buku yang ada di atas meja.
“ tuh, ada murid baru. temen sebangku lo, mau kenalan “
kata gadis itu membuatku meringis merasa makin malu karena nyatanya tanganku
yang daritadi ingin menyalaminya masih menggantung di udara tanpa uluran
balasan.
gadis di sebelahku mulai memalingkah wajahnya dan
membuatku terpaku dengan wajah yang kuyakini biasa sekali. bahkan wajahnya
dengan wajah ibuku masih terlihat cantik ibuku, tapi aura keangkuhan dan
kesombongannya terlihat sekali dari wajah lebar dan putihnya.
“ hisss viraaa…. maafin vira ya bas, dia emang gitu
sifatnya tapi baik kok. duduk aja nggakpapa “ kata gadis di depanku yang bahkan
aku tidak tahu namanya. kalian penasaran kenapa dia mengatakan itu ? ya karena
gadis di sebelahku ini hanya memandangku sesaat dan kembali mengalihkan
kesibukannya kepada buku dihadapannya. Ya, ketus sekali.
***
“ Vir, nitip beliin bolpen yaa “ satu suara muncul
memenuhi kelas.
“ Vir, gue buku gambar dong, gue lupa nih buat seni rupa
nanti “ satu suara kembali membuatku menoleh ke penjuru kelas.
“ Vir, gue dong gue… gue pengen kopi mocca nih “
“ udah deh, mending di catet. kasih gue entar gue beliin,
cepetan “ kata gadis di sebelahku dengan santai. Aku heran sekali dengan
sifatnya. seminggu yang lalu saat baru pertama kali bertemu denganku, dia
terlihat angkuh dan begitu sombong, ah sampai sekarang memang dia selalu angkuh
terhadapku. Bahkan seminggu ini kami bukan seperti teman sebangku. selalu
seperti orang asing yang hanya berbicara saat saling membutuhkan, Tapi saat dia
bersama dengan teman yang lain dia menjadi Vira yang sungguh ceria. Dia akan sangat
cerewet sekali saat membicarakan orang lain, dia akan tertawa paling keras saat
ada teman kami yang dijahili, dan dia seseorang yang tidak segan untuk
direpotkan.
“ eh, lo… bolpen lo abis kan ? nitip nggak ? “ itu suara
Vira, karena aku sangat mengenal suara Vira.
“ oh, nggak usah. gue ikut aja. lo sendiri kan ? “
tanyaku menawarkan diri.
“ oh, oke “ dan dia beranjak dari tempat duduk. aku
mengekor di belakangnya. kulihat rambut hitam legam lebih sebahu yang terkadang
di kucir satu dengan bolpen, atau di beri bando dengan manis.
aku hanya terus berjalan di sampingnya tanpa membuka
suara, aku tahu dia tidak akan membuka suara sebelum aku memulai tapi aku
menyukai suasana ini. entah kenapa aku suka suasana sepi dengan adanya dia. Bau
shampoo rasa Vanila yang selalu dia pakai, selalu membuatku mabuk kepayang.
“ Terimakasih “ Kata Vira saat aku mengambil alih minuman
yang dibawa nya. Ternyata teman-teman kelasku benar-benar memanfaatkan Vira
untuk membeli berbagai hal. Lihat saja dua tangan Vira hampir penuh dengan
berbagai macam barang. Aku hampir saja protes kepada Vira saat melihat dia
tersenyum begitu lembut dengan mata bulan sabit nya. Dan sejak hari itu aku
mulai jatuh cinta dengan kedalaman mata itu.
***
Mei, 2014
Ini adalah pertengahan bulan Mei. Kelas kami baru saja
selesai melaksanakan ujian Sekolah dan ujian Nasional. sebentar lagi kami akan
lulus dari masa putih abu-abu. Kelas kami sedang berkumpul di sebuah yayasan
panti. melakukan kegiatan amal yang merupakan doa semoga nilai yang kami
dapatkan cukup memuaskan. Kulihat Vira sedang bermain petak umpet dengan beberapa
anak. Dia tidak cantik, sangat biasa untuk seorang gadis. Wajah oriental, tubuh
kurus dan juga hampir kuning langsat sungguh biasa, tapi sifat yang sungguh
luar biasa membuatku menetapkan hati kepadanya.
“ lo, pulang sendiri kan, bas ? “ pertanyaan Vira
membuatku menoleh kepadanya. sekarang sudah pukul 9 malam dan acara kami memang
baru saja selesai. beberapa teman bahkan sudah ada yang pulang, tinggal
beberapa glintir orang yang memang menunggu jemputan atau sedang bercakap-cakap
saja.
“ iya, napa ? “ Vira, sekarang bukan Vira yang mampu
berdiam diri jika ada di dekatku. Semenjak entah kapan kami menjadi begitu
dekat. Sungguh aku merasa sangat beruntung bisa mengenal Vira, karena sifatnya
yang sungguh luar biasa. Dia begitu Ceria dan juga sungguh peduli. Pernah
sekali, teman sekelasku ayahnya terkena kasus korupsi, saat semua orang
menjauhinya, Vira malah mendekatinya. Padahal aku yakin sebelum itu mereka
tidak pernah dekat, tapi saat itu Vira benar-benar seperti sahabatnya. Saat
kutanya dia hanya menjawab “ yang salah kan ayahnya bukan dia. Lagipula, aku
pengennya ada saat seseorang sedang sulit, itu lebih manusiawi daripada hanya
ada saat seseorang seneng doang “. aku tercengang dan tersenyum secara
bersamaan.
“ gue nebeng dong. nggak ada yang jemput nih “ kata Vira
merajuk. Ah, aku lupa memberitahu. Dia juga perajuk yang handal. Dia bisa
seharian merengek jika menginginkan sesuatu darimu. Katakanlah dia sangat manja,
memang.
“ iya iya “ kataku akhirnya. Padahal dalam hati aku
berteriak kesenangan.
Saat di dalam mobil, aku hanya bisa menggelengkan
kepalaku sambil terkikik geli. Vira adalah seorang yang sangat lucu. Lihat, dia
sekarang sedang berlagak seperti penyanyi yang sedang menjalankan konser besar.
Dia bernyanyi dengan percaya diri, namun percayalah suaranya sangat buruk.
Selain semua sifat menyenangkannya dia hanyalah gadis biasa tanpa talenta yang
mengagumkan.
aku tertawa saat Vira mencapai bagian nada tinggi dan
suaranya tercekat hingga terbatuk-batuk. “ ihhhh… diketawain “ dan dia langsung
cemberut, merajuk kepadaku. aku hanya tersenyum dan mengacak rambut hitamnya.
“ lucu banget sih “ tanganku masih di kepalanya saat aku
menarik rem untuk berhenti di lampu lalu lintas. kulihat Vira yang terpaku
menghadapku dengan wajah yang begitu lembut. kuusap rambutnya dengan lembut dan
halus.
“ Vir, mau jadi pacarku ? “ perkataan itu keluar begitu
saja dan membuat Vira membelalakan mata bulan sabitnya. aku tersenyum lembut
saat Vira mengangguk sambil tersenyum malu.
***
Januari, 2016
“ Kamu yakin mau naik itu ? “ tanyaku meyakinkan Vira
saat melihat wajahnya yang mulai pucat dan tangan yang kugandeng mulai gemetar.
“ yakin “ kata Vira dengan mengangguk ragu. aku hanya
tertawa dan mengusap rambut hitam Vira. kurasakan Vira mulai menarikku menuju
ke wahana yang akan kami naiki. Ya, kami sedang berada di taman bermain.
Setelah lulus SMA kami kuliah di tempat yang berbeda. Aku mengambil jurusan
Teknik di ITB dan Vira mengambil Sastra di UI. kami sering bertemu bila akhir
pekan seperti ini. menghabiskan waktu bersama dan mulai mengenal satu sama
lain.
Saat sudah cukup lama mengantri dan hampir tiba giliran
kami naik. kami melihat orang yang baru turun menepi dan mulai memuntahkan
semua isi perutnya. Aku memalingkan wajah kearah Vira yang masih memandangi
pemandangan itu dengan wajah yang semakin pucat. Tiba-tiba Vira menarikku
keluar dari antrian dengan cepat.
“ hei, vir “ kataku sambil menahannya saat kami sudah keluar
dari barisan.
“ aku takut “ katanya dengan wajah yang benar-benar
pucat. aku menahan tawa dan membawanya kedalam pelukan.
“ sudah, nggakpapa “ kataku dengan lembut. kurenggangkan
pelukan dan melihat wajahnya yang sudah berangsur membaik, mata bulan sabitnya
seperti tersenyum berterimakasih kepadaku.
***
Mei, 2017
Apa yang kurasakan sekarang ? entahlah. Aku merasa sangat
jenuh dengan hubungan ini. aku bilang kan, Vira punya sifat yang sangat luar
biasa ? inilah yang kumaksud. Saat dia menjadi penurut dia akan begitu menurut.
Sangat menurut, hingga monoton sekali. Dia jarang marah, dia percaya dengan
apapun yang kulakukan.dua tahun kami bersama dan ini sangat membosankan. Entahlah
baru kali ini aku merasa begitu bosan dengan Vira.
“ Bas, menurutmu
tempat ini bagus nggak ? “ Tanya Tania. Tania gadis yang berbeda dari Vira. Dia
manis. Mata bulat, hidung lumayan tinggi, dagu lancip, pipi cubby dan juga
bibir kecil membuat dia termasuk kedalam gadis yang cantik. Kami sekarang
sedang berada di salah satu café baru di sekitaran ITB. Tania adalah teman
seangkatanku di Fakultas Teknik. kenapa aku bisa dekat dengan dia ? Entahlah,
yang kutahu dia mendekatiku dan aku tertarik dengan dia. Hey, jangan bilang aku
lelaki brengsek. aku hanya sedang menikmati selingan agar tidak terlalu bosan
dengan Vira.
“ Bas, halo… ngelamun lagi ? mikirin Vira ya ? “ katanya
cemberut. Ya, Tania tahu kalau aku memiliki Vira. Bahkan semua orang tahu.
Kenapa aku tidak takut ketahuan Vira, ya karena Vira percaya denganku, dan dia
juga mengenal Tania.
“ enggak Tania, aku cuman lagi menikmati tempat ini kok “
kataku menyangkal tuduhan dari Tania.
“ eh, Bas. kamu ikut liburan minggu depan kan ? lumayan
lhoo ke pacitan gitu. katanya pantainya bagus-bagus “ aku hanya mendengarkan
semua ocehan Tania. dia cerewet sama seperti Vira, hanya saja sifat manjanya
membuatku tertarik kepadanya. Dia manja dan membuatku merasa dibutuhkan , tidak
seperti Vira yang bisa melakukan semuanya sendiri.
***
Mei, 2017
“ ini apa, bas ? “ kata Vira sambil menunjukkan layar
handphone ku yang menunjukkan foto mesra ku liburan minggu lalu dengan Tania.
“ itu kan Tania, kamu juga kenal kan ? “ kataku dengan
santai, aku yakin kali ini juga tidak akan menjadi masalah besar untuk Vira.
“ iya, aku tahu itu Tania. tapi apa maksudnya foto ini ?
ini terlalu mesra untuk ukuran teman. “
“ Vir, itu hanya foto kenapa jadi panjang sih ? “
akhirnya amarahku mulai tersulut saat melihat Vira mulai berani meninggikan
suaranya kepadaku.
“ Bas, jangan anggap aku bodoh. Selama ini aku diam,
bukan karena aku nggaktau. aku tahu semuanya, bas. Setiap hari kamu akan makan
siang, makan malam dengan Tania. mencoba tempat baru atau café baru dengan Tania.
hanya berdua. selalu membalas pesannya secepat mungkin, walaupun saat sedang
bersamaku. mengantarkannya pulang, merawatnya saat sakit dan liburan bareng ?
Terus kamu anggep aku apa bas ? “ aku hanya terdiam mendengar penuturan Vira
yang sungguh, semuanya benar. Kulihat mata Vira mulai merah, airmata sudah
turun di pipi yang entah kenapa semakin halus dan putih itu.
“ Bas, aku sayang kamu. Apa yang belum aku kasih ? Cinta
? udah. perjuangan? udah. kamu pikir aku nyempetin dateng ke Bandung dari
Jakarta itu demi siapa ? kamu pikir aku belajar masak, dengan harapan setiap
aku bawain kamu makanan dan kamu suka itu demi siapa ? kamu pikir aku perawatan
wajah biar tambah cantik, itu demi siapa ? Kamu pernah tahu semua masalahku?
enggak kan ? karena aku nggak mau kamu terbebani disana. Terus kamu enak-enakan
sama Tania ? Kamu inget hari ini hari apa bas ? “ Vira terdiam, menunggu jawabanku.
Aku berpikir keras mulai mengingat hari apa hari ini.
“ hari ini hari jadi kita ke 3 tahun, bas “ dan jawaban
Vira mampu membuatku tercengang. Ternyata aku melupakan hari bersejarah bagi
wanita.
“ Bas, we’re over “ kata Vira membuatku menoleh kearahnya
yang tersenyum lembut kepadaku.
“ jangan vir… kumohon “ kataku memohon. aku tidak pernah
ingin kehilangan Vira. dia begitu cinta pertamaku.
“ nggak ada yang bisa di pertahanin lagi bas, it’s over.
semua hancur. terimakasih bas “ aku melihatnya tersenyum lagi, mata bulan sabit
yang pernah kubuat tertawa, kini kubuat tersenyum dengan airmata.
***
April, 2023
“ woy, bas. ngelamun aja lo ngeliatin Vira. cantik kan ?
lo sih kok bisa-bisa nya dulu ngelepas
gadis kayak Vira “ Anton, teman sekelas ku dan Vira membuatku kembali tersenyum
meringis. entah sudah berapa orang yang hadir disini mengatakan itu kepadaku.
Sama seperti berita para artis, waktu itu berita putusku dengan Vira karena
kebodohanku tersebar dengan sangat cepat.
Aku kembali memandang kearah Vira, gadis yang dulu pernah
menjadi Cinta pertamaku dan entah kenapa hingga sekarang masih bisa
menenggelamkanku di mata bulan sabitnya. wajahnya masih sama, tapi hari ini dia
di dandani dengan begitu cantik, hingga membuatku sungguh ingin membawanya lari
dari sini. Kulitnya yang sekarang berbeda dengan dulu, kulitnya menjadi lebih
putih dan wajah angkuhnya tergantikan menjadi wajah Dewasa. Tangannya di
genggam orang lain, lelaki lain tepatnya. Dia menggunakan gaun putih menjuntai
dengan didampingi lelaki yang juga gagah dengan jas putih.
“ Congratulation, Savira Ananta “ kataku dengan senyum
tulus. Dia memandangku dengan senyum tulus pula, dan tanpa kusangka dia
membawaku kedalam dekapan hangatnya. Aku membalasnya lalu mengalungkan tanganku
ke pinggangnya. Jangan tanya bagaimana perasaanku sekarang. Seperti sudah
kujelaskan di baris awal tadi, Aku sudah merasa “ikhlas” saat pertama kali
melihat Savira memasuki ballroom ini di gandeng tangan lelaki lain. Aku sudah
merasa “ikhlas” saat melihat Savira memakai cicin pernikahan sama dengan lelaki
lain. Dan seperti yang kukatakan tadi, kata “ikhlas” hanya terasa pait, luka,
dengan senyum terpaksa.
***
The End
Aku suka cerpen ini karena judulnya. I love this at the first sight.
BalasHapusterima kasiiih :))
Hapus